Hal-hal sepele membuat kesempurnaan, dan kesempurnaan bukanlah hal sepele

Friday, December 31, 2010

MISTERI NATAL

Nyeri hatiku menawan raga, jiwa dan pikiranku.
Aku tak tahu apa itu yang di alami Yosep saat berjalan
menuntun keledai yang ditumpangi Maria, istrinya
mengetuk setiap pintu mencari tempat yang layak untuk melahirkan anaknya.

Natal telah di hadapanku.
Desember itu seakan tak pernah mau mengerti kesulitan yang miliki.
Dia hadir begitu saja.
Aku mengerti karena dia juga tak berdaya ketika matahari itu
terus bertekun dalam ritme terbit dan tenggelam.
Ketika akumulasi itu telah genap, entah mau entah tidak, desember harus hadir.
Aku tak punya duit yang cukup, yayi, buat membelikanmu
baju sekedar baru tanpa memperhitungkan mutu.
Kesempatan untuk beli sepatu atau sandal baru pun
sepertinya hilang begitu saja.

Membaca ini, engkau akan sedih atau bisa jadi marah, kenapa bias seperti ini.
Mengajakmu untuk berpikir realistis pun rasanya akan mengalami jalan buntu.
Tapi jujur, dihitung dari sudut mana pun,
hadirnya barang-barang itu tak bakalan bisa.
Untuk sekedar bisa makan dua kali dalam sehari saja
aku tak sanggup apalagi untuk beli baju dan sepatu.
Jangan anggap ini sebuah kesalahan managemen,
jangan juga berpikir bahwa ada kebutuhan lain
yang dibiayai oleh duit yang ada.

Saat ini kita memang sedang menanggung banyak kebutuhan.
Kadang aku berpikir, pantaskah aku memasukkanmu dalam kemelut soal duit ini?
Apakah sebagai lelakimu, aku tak sanggup membuatmu tercukupi materi?
Tapi memang begitulah adanya, upah sebulanku selalu habis di minggu ke dua,
selebihnya aku hidup karena kebaikan orang.
Aku tak memikirkan lagi sudah berapa lama
aku tak sanggup membeli baju dan sepatu,
sudah berapa lama aku tak mampu mengajakmu makan enak
pada minggu sehabis minggu kedua.
Bagiku, aku masih bisa hidup bersamamu
dan merasakan setiap hari kehangatan cintamu,
sudah pupus hatiku untuk memberontak dari situasiku.

Di Natal ini, masih bolehkah aku berharap kepadamu,
bahwa ini Natal yang terakhir buat kita untuk tak bisa
membeli barang sekedar baju dan sepatu.
Aku bertekad tahun depan tak ada jawaban …belum makan…
setiap kali engkau bertanya, akang, sudah makan?

Di Natal ini, masihkah aku boleh berharap
bahwa ini Natal yang terahir di mana kita
hanya bisa mengisi dengan saling cerita saja?
Meski aku tak tahu dari mana aku bisa mendapatkan duit yang banyak.

Di Natal ini, aku ingin tetap berharap
bahwa yayi masih kuat hidup bersamaku,
dalam kejelataan dan kekurangan yang tak pernah surut.
Kadang terpikir olehku,
hidup sederhana itu sudah lebih dari cukup.
Cuman, apakah itu juga menjadi pikiran dan pendapatmu, yayi?

Natal telah tiba,
dan aku mendapati
bahwa diriku tak berdaya di depan permintaanmu
yang aku sangat tahu itu amat sangat sederhana.

Natal, semoga engkau tak menjadikanku terkulai lemah dan mati langkah.
Buatlah aku seperti Yosep yang bisa menemukan
bahwa kandang pun toh tidak ada salahnya untuk menerima kehadiran seorang bayi.
Semoga juga memberkatimu dengan berkat Maria
yang juga tak merintih rewel karena tak ada tempat persalinan yang layak.
Tak perlu berpikir betapa hinanya
tapi semoga malah menumbuhkan rasa syukur yang hebat bahwa
Bapa telah menyediakan segala sesuatu tepat pada waktu dan saatnya untuk kita.
Yang bisa aku katakana
cuma….bersabarlah menunggu saat dan waktunya Tuhan untuk kita
dengan berjuang tanpa henti. Selamat Natal, adiekku.
Maafkan aku yang tak bisa meluluskan permintaanmu
yang amat sangat sederhana itu, beli baju dan sepatu.

No comments: